28/01/25

BERDAKWAH MELALUI PROFESI

“Apapun profesi kalian, kalian harus berdakwah melalui profesi tersebut,” demikian pesan Kiai Fawaid kepada para santri yang akan meninggalkan pondok, sebagaimana dalam buku Wejangan Kiai As’ad dan Fawaid 

Pesan ini mencerminkan pandangan Kiai Fawaid tentang pentingnya dakwah yang melampaui batas profesi. Kiai Fawaid sangat mendambakan agar para santrinya sukses berdakwah di tengah masyarakat. Ia menyadari bahwa tidak semua alumni Sukorejo akan menjadi kiai. Sebagian akan menjadi petani, pedagang, pejabat, dan berbagai profesi lainnya. “Santri saya berprofesi sebagai apapun, yang penting selalu berdakwah, berdakwah, dan selalu berdakwah! Hendaknya, mereka selalu memberi motivasi kepada masyarakat,” tegasnya.

Pesan Kiai Fawaid memiliki dimensi psikologis yang mendalam, terutama dalam konteks bagaimana individu dapat membawa nilai-nilai spiritual ke dalam kehidupan profesional mereka. 

Dalam psikologi, integrasi peran adalah proses di mana individu menggabungkan berbagai aspek identitas mereka ke dalam satu kesatuan yang harmonis. Dengan mendorong santrinya untuk berdakwah melalui profesi mereka, Kiai Fawaid membantu mereka mengintegrasikan identitas religius dengan identitas profesional. Hal ini memungkinkan santri untuk melihat profesi mereka bukan hanya sebagai pekerjaan, tetapi sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan dan nilai-nilai Islami.

Pesan Kiai Fawaid juga berfungsi sebagai bentuk pemberdayaan. Dengan menyatakan bahwa setiap profesi dapat menjadi media dakwah, ia membangun self-efficacy atau keyakinan santri pada kemampuan mereka untuk berkontribusi dalam dakwah, apa pun profesi yang mereka pilih. Teori self-efficacy oleh Albert Bandura menyatakan bahwa keyakinan seseorang pada kemampuannya mempengaruhi bagaimana mereka menghadapi tantangan dan mencapai tujuan. Dengan demikian, pesan ini memotivasi santri untuk melihat setiap profesi sebagai peluang untuk memberikan dampak positif.

Dalam psikologi eksistensial, memiliki makna dan tujuan dalam hidup adalah kunci untuk kesejahteraan mental. Dengan mendorong santri untuk berdakwah melalui profesi mereka, Kiai Fawaid membantu mereka menemukan makna dalam pekerjaan mereka. Ini tidak hanya memberikan rasa tujuan yang kuat tetapi juga memperkuat komitmen mereka untuk terus belajar dan berkontribusi kepada masyarakat.

Pesan Kiai Fawaid mendorong santri untuk menjadi pemimpin transformasional dalam komunitas mereka. Kepemimpinan transformasional adalah konsep dalam psikologi di mana pemimpin memotivasi dan menginspirasi pengikut untuk mencapai lebih dari yang mereka anggap mungkin. Dengan mendorong santri untuk berdakwah melalui profesi, Kiai Fawaid membimbing mereka untuk menjadi agen perubahan yang positif, memberikan motivasi, dan meningkatkan kualitas hidup orang-orang di sekitar mereka.

Dakwah melalui profesi juga mencerminkan nilai-nilai empati dan pelayanan. Dalam psikologi, empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dengan berdakwah melalui profesi, santri dilatih untuk memahami kebutuhan masyarakat dan memberikan solusi yang berbasis nilai-nilai Islam. Ini menjadikan dakwah tidak hanya sebagai penyampaian pesan, tetapi juga sebagai bentuk pelayanan yang tulus kepada masyarakat.

Dengan demikian, pesan Kiai Fawaid menegaskan bahwa dakwah tidak terbatas pada ceramah di mimbar, tetapi dapat dilakukan melalui berbagai profesi. Ini adalah pesan yang kuat tentang bagaimana nilai-nilai spiritual dapat diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan harmoni antara pekerjaan dan keimanan. Dengan berdakwah melalui profesi, santri tidak hanya memperkuat identitas mereka tetapi juga memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat. Pesan ini menginspirasi untuk melihat setiap profesi sebagai ladang dakwah dan kesempatan untuk menyebarkan kebaikan

06/01/25

SEBELUM BERHENTI, MENGABDI DULU

"Lulusan (pondok) sini, diharapkan untuk ikut mengajar (sebelum berhenti mondok). Mengapa? Pertama, biar ilmunya barokah. Kedua, kalau sudah pulang ke masyarakat sudah mempunyai bekal ilmu yang kuat untuk mendidik anak-anak," begitu pesan Kiai As'ad kepada para santri senior, sebagaimana tercatat dalam buku Wejangan Kiai As'ad dan Kiai Fawaid. 


Nasihat ini menyimpan pesan mendalam yang tak hanya mengandung nilai spiritual, tetapi juga membangun karakter dan keterampilan santri dari sisi psikologis.


Mengajar sebelum meninggalkan pondok bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah proses pembelajaran aktif yang dikenal dalam psikologi pendidikan sebagai experiential learning atau pembelajaran pengalaman. Dalam proses ini, santri tidak hanya menyampaikan ulang ilmu yang telah mereka pelajari, tetapi juga memperkuat pemahaman mereka. Mereka belajar berkomunikasi, berpikir kritis, dan mengasah keterampilan, yang semuanya berkontribusi pada internalisasi ilmu sehingga menjadi lebih barokah, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.


Dari sudut pandang psikologis, pengalaman mengajar ini membangun self-efficacy atau keyakinan pada kemampuan diri. Teori yang diperkenalkan oleh psikolog Albert Bandura menekankan bahwa pengalaman keberhasilan, seperti saat mengajar, membantu seseorang membangun kepercayaan diri. Saat santri menghadapi tantangan dalam mengajar, mereka belajar untuk menemukan solusi dan mengatasi masalah, yang memperkuat rasa percaya diri mereka.


Mengajar juga melibatkan interaksi sosial yang melatih kemampuan berkomunikasi dan empati. Santri belajar memahami kebutuhan murid, yang mengasah kompetensi sosial dan emosional mereka. Keterampilan ini sangat berharga ketika mereka kembali ke masyarakat untuk mendidik generasi berikutnya.


Carol Dweck, dengan konsep growth mindset, menekankan bahwa kemampuan seseorang dapat berkembang melalui usaha. Proses mengajar memberikan santri kesempatan untuk terus belajar dan bertumbuh. Mereka tidak hanya menyebarkan ilmu tetapi juga memperbaiki kelemahan dan mengembangkan potensi diri. Hal ini menciptakan ruang bagi santri untuk mengadopsi mindset bahwa belajar adalah proses yang berkelanjutan.


Mengajar juga merupakan cara untuk menginternalisasi nilai-nilai luhur yang diajarkan selama mondok. Dengan berbagi ilmu, santri menyadari bahwa ilmu adalah amanah yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan. Pengalaman ini membantu mereka menemukan makna dan tujuan hidup, yang penting untuk kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis mereka.


Dalam teori peran sosial (role theory), individu perlu belajar peran yang akan mereka jalankan di masyarakat. Melalui pengalaman mengajar, santri dilatih untuk menjadi pendidik, pemimpin, atau teladan. Mereka memperoleh rasa tanggung jawab, kepercayaan diri, dan kemampuan beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat.


Pesan Kiai As'ad bukan sekadar nasihat, melainkan strategi psikologis yang kuat untuk mempersiapkan santri menjadi individu yang matang, percaya diri, dan berdaya guna di masyarakat. Dengan mengajar, santri tidak hanya memperdalam ilmu mereka, tetapi juga mengembangkan aspek-aspek psikologis yang akan menjadi bekal besar dalam kehidupan mereka. Sebuah dawuh yang sederhana, namun sarat makna dan manfaat.

04/01/25

PERBANYAK RIYADHAH

”Tapa-e jiwa kalian dengan memperbanyak riyadhah.” Begitulah dawuh Kiai As’ad kepada para santrinya, sebagaimana dalam buku Wejangan Kiai As’ad dan Kiai Fawaid. 


Kiai As’ad berharap agar santrinya menyucikan jiwanya dengan memperbanyak tirakat. Tirakat ini termasuk pembentukan mental dan karakter para santri, yang oleh kalangan pesantren dikenal dengan istilah penanaman jiwa tauhid dan akhlakul karimah. Para santri diajari hidup sederhana, menjalani laku tirakat, dan hidup mandiri. Para santri diwajibkan hidup bersama-sama sependeritaan 


Dawuh Kiai As'ad tentang pentingnya riyadhah (latihan spiritual dan pengendalian diri) sebagai cara menyucikan jiwa dan membentuk karakter santri mencerminkan pendekatan yang sangat relevan dalam membangun kesejahteraan psikologis. 

Kesejahteraan psikologis yang mendalam, menurut Carol Ryff, disebut sebagai eudaimonic well-being. Ini melibatkan realisasi potensi diri dan pencapaian makna hidup, yang sangat selaras dengan tujuan riyadhah.


Dengan tirakat, santri belajar menerima keadaan hidup yang sederhana, sehingga mampu mengenali kelebihan dan kekurangan dirinya tanpa merasa rendah diri. Dalam kesejahteraan psikologi hal ini dinamakan self-acceptance  atau penerimaan diri. Proses menyucikan jiwa dan menghadapi tantangan hidup secara mandiri membantu santri mengembangkan karakter yang matang atau dikenal dengan proses personal growth (pertumbuhan pribadi).


Hidup sederhana dan berbagi penderitaan dengan sesama menciptakan rasa kebersamaan dan menanamkan nilai-nilai yang berorientasi pada makna, bukan materi.


Melalui tirakat, santri dihadapkan pada situasi yang menantang seperti kesederhanaan hidup dan laku prihatin. Hal ini mendorong resiliensi psikologis, yaitu kemampuan untuk bangkit dari kesulitan. Santri belajar bertahan di tengah keterbatasan, yang memperkuat kemampuan mereka menghadapi tantangan di masa depan. Latihan spiritual yang dijalani membantu mengembangkan kontrol emosi dan perilaku, yang penting untuk menjaga stabilitas psikologis.


Hidup bersama dan sependeritaan mengajarkan santri untuk menghargai hubungan interpersonal. Santri belajar bekerja sama, berbagi, dan saling mendukung dalam lingkungan yang penuh tantangan. Hidup bersama dan sependeritaan mengajarkan santri untuk mengembangkan empati; melalui pengalaman hidup bersama, santri diajarkan untuk memahami penderitaan orang lain dan membangun rasa kasih sayang yang mendalam. Menurut penelitian psikologi sosial, hubungan interpersonal yang positif berkontribusi besar pada kesejahteraan psikologis seseorang.


Praktik riyadhah, seperti tirakat dan kehidupan sederhana, mendekati konsep mindfulness dalam psikologi modern. Praktik ini melibatkan kesadaran terhadap diri dan lingkungan. Santri diajak untuk hidup lebih sadar dan menghargai setiap pengalaman, baik suka maupun duka.


Riyadhah membantu santri melatih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, seperti nilai spiritual dan hubungan dengan Allah. Hal ini mendukung kesejahteraan mental dengan mengurangi stres dan meningkatkan kapasitas untuk menghadapi tekanan.


Penanaman jiwa tauhid dan akhlakul karimah dalam riyadhah memberikan dimensi spiritual yang kuat pada kesejahteraan psikologis. Melalui tauhid, santri diajak untuk melihat kehidupan sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, yang memberikan makna mendalam. Dengan menanamkan akhlakul karimah seperti kesabaran, kejujuran, dan keikhlasan, santri mengembangkan kestabilan emosi dan kedamaian batin.

Dalam psikologi, memiliki tujuan hidup dan hubungan yang kuat dengan nilai-nilai spiritual berkontribusi besar pada subjective well-being.


Dengan demikian dawuh Kiai As'ad tentang memperbanyak riyadhah tidak hanya berfungsi sebagai penguatan spiritual tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Melalui tirakat, santri tidak hanya mengembangkan resiliensi, mindfulness, dan pengendalian diri tetapi juga memperkuat hubungan sosial, menemukan makna hidup, dan mencapai kedamaian batin. Semua ini adalah pilar utama kesejahteraan psikologis yang holistik.

“Tanah Kelahiran”

Di sinilah aku pertama kali melihat dunia. Tanah kelahiran yang sederhana namun penuh makna. Di bumi ini aku ditimang, dibesarkan, dan didid...