02/08/22

REKONTRUKSI NILAI-NILAI KARAKTER ALA PESANTREN

 

REKONTRUKSI NILAI-NILAI KARAKTER ALA PESANTREN

Salah satu yang menjadi indikator sebuah negara dikatakan sebagai negara maju dapat dilihat dari faktor pendidikannya. Pendidikan dapat menentukan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam membangun manusia yang berkualitas tidak hanya berpaku pada aspek kognitifnya saja, melainkan juga dari aspek psikomotorik dan afektifnya. Seharusnya pendidikan bukan hanya terpaku pada intelektual yang dimiliki seseorang saat menempuh pendidikan, namun juga harus diintegrasikan dengan faktor lain seperti halnya prilaku atau karakter. Jadi pendidikan tidak hanya mendidik peserta didiknya untuk menjadi manusia yang cerdas, tetapi juga membangun kepribadiannya agar mempunyai sikap yang mulia. Dari sini terlihat bahwa dalam sebuah pendidikan jelas melibatkan keduanya yang harus berjalan bersamaan untuk membentuk manusia berintelektual tinggi yang mempunyai karakter mulia dalam jiwanya.

Mengingat begitu urgennya karakter, maka pelaksana pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menanamkannya melalui proses pembelajaran dan pengaplikasiannya. Pentingnya pendidikan karakter tidak lepas dari munculnya beberapa fenomena sosial saat ini, yang ditunjukkan dengan perilaku yang tidak berkarakter serta adanya gejala-gejala yang menandakan tergerusnya karakter sebuah bangsa. Salah satu fenomena tersebut yang sering terjadi di sekolah dan kehidupan masyarakat sosial yaitu terjadinya kasus yang  menunjukkan hilangnya pendidikan karakter. Salah satu contoh permasalahan yang terjadi antar siswa dengan guru adalah  sikap tidak menghormati, mentaati dan menghargai guru serta peraturan-peraturan yang ada di sekolah.

Selain itu juga permasalahan yang sering terjadi antara siswa dengan siswa yang lain, diantaranya yaitu tawuran antar pelajar, tidak menghargai sesama teman sebaya, tejadinya kesenjangan antar siswa, berkurangnya sikap peduli kepada teman, berkurangnya sikap rasa tolong menolong sesama siswa dan mengikisnya nilai kebersamaan antar siswa serta perilaku negatif lainnya.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tentunya tidak segampang membalikkan telapak  tangan. Perlu adanya pemikiran yang kritis dan konstruktif untuk mengatasi masalah tersebut. Mungkin untuk bisa mengurangi permasalahan tersebut kita bisa berkaca ke sistem pendidikan ala pesantren.   Selain  dipesantren diajarkan tentang pengetahuann yang berlandaskan pada aspek intelektual, disana juga menanamkan dan meciptakan pembelajaran serta pengaplikasian yang belandaskan pada aspek pembangunan karakter.

Ada beberapa konsep ala pesantren yang bisa diaplikasikan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan antara guru dan siswa. Pertama, penbentukan kegiatan Majelis Ta’lim. Dimana dalam teknisnya guru yang menjadi Narasumber dan para siswa sebagai audiennya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan agar membentuk karakter siswa agar taat terhadap guru. Dalam kegiatan majelis taklim ini didoktrin bagaimana siswa agar lebih mengutamakan akhlak sebelum ilmu. Sebagaimana yang disampaikan oleh Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki bahwa “Aku lebih mengutamakan untuk mengajarkan akhlak sebelum mengajarkan ilmu”. Dari sini jelas bahwa akhlak atau karakter itu lebih penting dari pada ilmu. Sesuai dengan kalam hikmah yang mengatakan bahwa ilmu dapat diperoleh dengan belajar, sedangkan manfaatnya ilmu dapat diperoleh dengan ridhonya syekh atau guru. Maka jelaslah bahwa hormat, takdhim dan mentaati guru adalah sumber dari kesuksesan seseorang dalam hidupnya.

Kedua, kegiatan satu jam bersama kitab atau buku. Kegiatan ini bertujuan agar siswa tidak terlalu bosan dengan materi pelajaran yang setiap hari mereka geluti. Selain itu, untuk menambah minat baca pada siswa. Serta untuk menambah pengetahuan mereka di dalam bidang ilmu yang lain selain materi pokok yang mereka pelajari setiap hari.

Ketiga, penerapan metode uswah. Sebagaimana yang diimplementasikan oleh Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki tatkala beliau mendidik para santrinya. Beliau lebih banyak menggunakan bahasa sikap daripada bahasa lisan. Atau dengan kata lain, lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Karena beliau berpegang pada pepatah yang mengatakan bahwa “bahasa sikap lebih tajam daripada bahasa lisan”. Oleh karena itu setidaknya guru dapat memberikan uswah kepada para siswa dalam segala aktivitasnya untuk mebangun rasa sungkan dan cinta terhadap para gurunya. Serta untuk membentuk karakter yang kuat pada siswa.

Selain itu, untuk mengurangi kesenjangan antara siswa dengan siswa yang lain yaitu pertama, pelaksanaan shalat berjamaah. Dengan diadakannya shalat berjamaah para siswa dapat ditanamkan sikap untuk saling menjaga kerukunan sesama teman. Hal itu dibuktikan dengan tindakan jabat tangan atau salaman ketika selesai pelaksanaan shalat berjemaah. Selain itu juga untuk membangun kekompakan dan kebersamaan antar siswa. Dan juga terbangunnya sikap taat terhadap pemimpin. Hal itu tercermin dalam pelaksanaan shalat yang dilakukannya ketika imam rukuk maka semua makmumnya harus rukuk. Dan ketika tidak mengikuti imam maka batallah shalat berjamaahnya.

Kedua, pelaksanaan khitobah(latihan ceramah atau publik speaking). Kegiatan ini bertujuan untuk melatih mental siswa. Dengan tujuan  agar mereka berani untuk tampil di depan umum sebagai pusat perhatian orang lain, serta agar mereka merasa bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain. Sehingga tertanam dalam jiwa mereka bahwa orang lain selalu mengawasinya sehingga membuat para siswa malu untuk melakukan penyimpangan dari aturan-aturan yang ada di sekolah maupun lingkungan masyarakat.

Ketiga, mewajibkan dzikiran bagi semua siswa. Seperti dzikiran sholawat atau dzikiran lainnya. Hal ini juga disampaikan oleh Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki bahwa “ Seharusnya seorang pencari ilmu (santri atau siswa) mempunyai bacaan wirid, sebab wirid itu dapat menjadi tameng dan pelindung dari kesesatan serta dapat menguatkan hafalannya”. Dengan diwajibkannya dzikiran ini, diharapkan siswa dapat membangun jiwa spiritualnya dan terhindar dari prilaku-prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma –norma yang ada di sekolah atau masyarakat. 

Semoga para pemuda dan para pelajar sebagai penerus para pemimpin bangsa mampu untuk  menjadi pemuda yang cerdas dan memiliki intelektual yang tinggi serta memiliki karakter yang kuat. Sehingga mampu untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. *

 

Oleh :Ilham Akbar

Mahasiswa Santri Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo           

Tidak ada komentar:

“Tanah Kelahiran”

Di sinilah aku pertama kali melihat dunia. Tanah kelahiran yang sederhana namun penuh makna. Di bumi ini aku ditimang, dibesarkan, dan didid...