03/10/24

MENJAGA KESEDERHANAAN

"Saya khawatir, ketika memperbaiki rumah tersebut, ada barang-barang pesantren yang terpakai untuk pembangunannya,”


Begitulah Kiai As’ad mengapa ia dulu rumahnya amat sederhana dan sengaja tidak direhabilitasi. Bukan saja karena rumah tersebut mempunyai nilai tersendiri (karena  dibangun saat ia belum kawin dengan hasil jerih payah sendiri) tapi juga untuk menghindari barang-barang pesantren terpakai untuk pembangunan rumahnya. Ini menunjukkan sikap zuhud dan wara’nya Kiai As’ad; sebagaimana dalam buku Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat.


Dawuh Kiai As'ad yang mencerminkan kekhawatirannya terhadap potensi penggunaan barang pesantren untuk kepentingan pribadi menunjukkan sikap moral yang mendalam. Kiai As'ad menunjukkan integritas moral yang tinggi, yaitu kepekaan terhadap potensi konflik antara kepentingan pribadi dan tanggung jawab publik. 


Dalam teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg, tindakan ini mencerminkan tahap moralitas post-konvensional. Di tahap ini, individu mengambil keputusan berdasarkan prinsip etika universal, seperti keadilan dan penghindaran dari merugikan orang lain, bukan sekadar mematuhi norma sosial.


Sikapnya yang berhati-hati mengindikasikan kesadaran etis yang mendalam (moral conscientiousness), yaitu keyakinan kuat bahwa tindakan kecil yang melanggar prinsip dapat berdampak pada integritas pribadi dan kepercayaan orang lain.


Bagaimana dari perspektif psikologi kepribadian Islam? Dalam Islam, zuhud (menjauhi kemewahan duniawi) dan wara’ (kehati-hatian dalam menghindari yang syubhat atau meragukan) adalah karakteristik yang mencerminkan pengendalian diri yang tinggi. Dalam psikologi kepribadian, sikap ini berkaitan erat dengan trait conscientiousness (kesadaran) dan low materialism (rendahnya ketergantungan pada materi).


Kiai As'ad tampak memprioritaskan keseimbangan spiritual dan kesejahteraan moral di atas kenyamanan materi. Sikap ini menunjukkan kemampuan untuk menunda kepuasan (delay gratification), yang menurut Walter Mischel dalam eksperimen marshmallow, berkaitan dengan pengendalian diri yang kuat dan kemampuan untuk menetapkan prioritas jangka panjang.


Sebagai pemimpin pesantren, Kiai As'ad sadar akan modeling behavior (perilaku teladan). Dalam teori pembelajaran sosial Albert Bandura, pemimpin yang menampilkan perilaku zuhud dan wara’ dapat memengaruhi pengikutnya untuk mengadopsi sikap serupa. Keputusan beliau untuk tidak merehabilitasi rumahnya adalah bentuk self-sacrifice (pengorbanan diri) demi menjaga kepercayaan umat terhadap integritasnya.


Dari sudut pandang psikologi Islam, kekhawatiran Kiai As'ad mencerminkan kesadaran transendental, yaitu rasa tanggung jawab kepada Tuhan. Dalam psikologi, ini terkait dengan intrinsic religiosity, di mana keyakinan agama menjadi inti dari pengambilan keputusan seseorang. Sikap ini memberikan ketenangan batin karena Kiai As'ad merasa telah memenuhi tanggung jawab moralnya kepada Allah dan umatnya.


Dengan demikian, dawuh Kiai As'ad mencerminkan integritas moral, pengendalian diri, dan kesadaran sosial yang tinggi. Dari perspektif psikologi, sikap ini menunjukkan kedalaman kepribadian dan spiritualitas yang menjadikan beliau teladan bagi pengikutnya. Hal ini juga menegaskan bahwa keputusan untuk menjaga kesederhanaan bukan sekadar praktik hidup, tetapi wujud tanggung jawab moral yang berakar dalam nilai-nilai universal.


Semoga, kita mampu meneladani Kiai As’ad

Sukorejo, 03 Oktober 2024

“Tanah Kelahiran”

Di sinilah aku pertama kali melihat dunia. Tanah kelahiran yang sederhana namun penuh makna. Di bumi ini aku ditimang, dibesarkan, dan didid...