22/02/23

Tak perlu minder apalagi protes pada Allah

Sekarang aku mengerti
Apabila kita telah berusaha dan bekerja keras.
Apabila kita telah jalani Sholat yang lima waktu.
Apabila kita sudah melakukan Sholat Dhuha, Tahajud, Dzikir, Sholawat dan DOA
Namun tetap miskin juga.
Tak perlu minder apalagi protes pada-NYA
.
.
Seorang anak bertanya kepada ibu dan bapaknya :
Ibu, bapak mengapa kita miskin?
Dengan tenang sang ibu berkata :
Nak, hidup ini seperti jalan² di Supermarket
.
.
Semua orang boleh memilih dan membawa barang apa saja yang ia inginkan.
Siapa yang membawa sepotong roti, maka ia harus membayar seharga sepotong roti,
Siapa yang membawa tiga potong roti, iapun harus membayar tiga potong roti.
Sementara kita tak mungkin membawa apa². Karena tak punya uang untuk membelinya.
.
.
Dipintu kasirpun kita tak akan diperiksa, dibiarkan jalan begitu saja
Begitu pula kelak di Hari Kiamat Nak.
Saat orang² kaya antri menjalani pemeriksaan untuk dimintai pertanggung jawaban.
Saat orang² kaya ditanya tentang
Darimana hartanya mereka peroleh ?.
Dan kemana hartanya mereka gunakan ?.
Kita dibiarkan terus berjalan tanpa beban.
Lebih enak bukan !
.
.
Apakah engkau masih juga belum bisa menerima ?.
Anakku,
Jika kita memang ditakdirkan menjadi orang miskin
BERSABARLAH SEJENAK,
Karena setelah KEMATIAN, kemiskinan itu akan sirna.
BERPIKIRLAH POSITIF,
Barangkali, jika kita kaya belum tentu bisa lebih bertakwa
Mungkin juga, dengan kemiskinan kita akan lebih mudah meraih SURGA-NYA.
.
.
JANGAN PERNAH MINDER
Karena kaya dan miskin bukanlah ukuran Mulia dan Hinanya manusia.
Tetaplah berprasangka baik pada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala.
Singkirkan rasa iri , cemburu & buanglah tanda tanya,
Tentang Kehendak-NYA Pembagi Nikmat.
Mungkin jatah yang buat kita masih tersimpan di SURGA.
Menunggu kita Siap Menerimanya....
Ingatlah apa yang disampaikan Rasulullah.. Bahwa "sesungguhnya kekayaan itu bukan terletak pada harta benda,melainkan pada ketenangan hati dan jiwa".
.
.
Semoga yg bilang aamiin semua menjadi orang yang pandai mensyukuri akan nikmat dan karunia yang Allah swt berikan.
Aamiiin ya rabbal'alamin
Baarokallahufiikum...

14/02/23

Ilmu Fisika (Albert Einstein)

Tak perlu berlebihan
Hidup sesuai kemampuan
Utamakan kebutuhan
Supaya tidak terjebak dalam gaya hidup yang menyulitkan



13/02/23

KHR Ach Azaim Ibrahimy, Cucu Mediator Terbentuknya NU yang Haus Akan Ilmu

Kiyai Azaim Bayi yang dianggap Tumor.

KH Raden Ahmad Azaaim Ibrahimy dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1980. Awalnya janin dari bayi mulia ini sempat dianggap oleh ibundanya sebagai penyakit tumor, karena saat mengandung sang ibu tidak merasa lazimnya wanita hamil.

Selama mengandung putranya ini, Nyai Zainiyah tidak pernah merasa bahwa ia telah mengandung. Pasalnya, kandungan tersebut tidak pernah ia rasakan seperti yang ia rasakan saat mengandung anak-anak yang lain. Bentuk kandungannya pun seolah-olah di dalamnya tidak berisi bayi.

Namun, sang ibu tidak mau memeriksakannya ke dokter. Khawatir nantinya divonis mengidap penyakit tumor. Sungguh kuasa Allah, yang awalnya dikira sebagai tumor itu ternyata adalah seorang bayi yang kelak menjadi pemuda yang haus ilmu, bahkan menjadi penerus estafet Pondok Pesantren Salafiyah Syafi iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.

 Kiyai Azaim Bayi yang terbang Baca Kalimat Tasbih.

Diceritakan, sebelum hamil sang ibunda bermimpi. Mimpi ini merupakan isyarat bahwa anak yang dikandung kelak akan menjadi seorang yang ilmunya tersebar luas dan manfaatnya dirasa oleh banyak orang.

 Pada suatu malam, sang ibunda bermimpi melihat seekor ayam berwarna kuning emas terbang dan mengelilingi pesantren. Kemudian ayam itu berkokok dengam melafadzkan Subha nal Malikil Qud dus. Pada pagi harinya, Nyai Zainiyah bercerita kepada suaminya Kyai Dhofir perihal mimpinya. Kemudian Kyai Dhofir berdoa agar dikarunia anak laki-laki.

Tak lama dari peristiwa itu, Nyai Zainiyah mengandung dan tak lain yang ada di dalam kandungan adalah KH Raden Ahmad Azaim Ibrahimy.

Lora Azaim dalam Pelukan Sayyid al-Maliki.

Saat Kiyai Azaim berumur 20 hari, kakeknya, KH Raden As'ad Syamsul Arifin kedatangan tamu, Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki yang berkunjung ke Pondok Pesantren Salafiyyah Syafi iyyah atas nama utusan Kerajaan Arab Saudi. Di tengah-tengah tamu kiyai As'ad lagi berbincang bincang dengan asik, sosok bayi laki-laki mungil yang masih suci ini ternyata juga ikut menyimak. Usai membicarakan tema-tema penting, Kiyai As'ad berharap kepada Allah agar bayi yang sedari tadi mengupingi isi pembicaraan itu, menjadi anak yang sholeh, bermanfaat bagi umat. Beliau pun memohon kepada Abuya Sayyid Muhammad agar berkenan memangku anak itu walau sebentar. Abuya Sayyid mengabulkan permintaan Kyai As'ad. Bayi mungil itu pun sudah ada di pelukan Sayyid. Ia merasa nyaman dan sayyid pun tanpa terasa telah terbuai dalam cinta sang bayi mungil itu. Kemudian Sayyid merasa ingin memiliki bayi itu. Tanpa merasa ada beban, Sayyid mengutarakan keinginannya untuk segera memiliki sang bayi. “Jika anak ini sudah dewasa, biarkan ia bersama saya,” ungkap Sayyid Muhammad.

Kiyai Azaim Nama asalnya Muhammad Imdad

Nama Kiyai Azaim, pada mulanya bernama Muhammad Imdad, sebuah nama pemberian ibundanya, Nyai Zainiyah. Bayi lelaki yang bernama Imdad diasuh oleh Nyai Siti. Bersama ibu asuh inilah, ia lebih banyak menghabiskan hari-harinya. Pernah suatu ketika, Imdad melempari batu ke arah Madrasah Putri gegara Nyai Siti saat itu sedang mengajar di kelas. Muhammad Imdad meminta Nyai Siti untuk berhenti mengajar. Saat Imdad ngamuk, datanglah Kiyai As'ad. Mengetahui cucunya ngamuk seperti itu, Kiyai As ad bertanya kepada Nyai Siti kanapa Imdad ngamuk, Nyai Siti menjawab karena diketahui ngajar santri. Selepas itu, Kiyai As ad dengan nada sambil bergurau meminta agar nama Muhammad Imdad dirubah.

Saat itu, Kakek Imdad menjelaskan kepada Nyai Siti, kalau cucu itu masih bernama Imdad, ia akan nakal dan sulit diatur. Maka atas permitaan Kiyai As'ad, Nyai Zainiyah merubahnya menjadi Ahmad Azaim Ibrahimy.

Kesenangan Kiyai Azaim saat kecil adalah main tembak-tembakan. Profesi yang sering dilakukan para tentara itu sangat digemari oleh Kiyai Azaim di kala kecil. Sehingga tidak jarang ia berlagak seperti tentara. Seperti memainkan tembak-tembakan sambil bersembunyi seolah-olah sedang mengintai atau menghindari musuh.

Penah suatu ketika Kiyai As’ad sedang menerima tamu negara, yaitu Mentri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), LB. Moerdani. Kiyai Azaim mengetahui kalau yang menjadi tamu kakeknya itu adalah tentara, dengan sigap Kiyai Azaim berlari menuju Kiyai As’ad seraya berteriak “Pak tembak, Pak tembak” sebut Kiyai Azaim kepada Pak LB Moerdani.

Kiyai Azaim yang ingin melihat Jendaral TNI tersebut, langsung duduk di pangkuan sang Kakek. LB. Moerdani yang belum mengetahui siapa bocah kecil itu langsung bertanya kepada Kiyai As’ad.” Siapa anak ini Kiyai?”

Kiyai As’ad menyampaikan kepada tamunya kalau anak yang duduk di pangkuannya itu adalah cucunya sendiri. “Doakan cucu saya ini ya pak, Insya Allah ini yang akan menjadi pengganti Sukorejo, yang akan meneruskan perjuangan saya” ujar Kiyai As’ad kepada LB. Moerdani.

Beliau dan Jendral TNI itu sedang berbicara empat mata, tidak ada seorangpun yang ikut berbicara selain mereka berdua. Tetapi tanpa sengaja, perbincangan itu kemudian didengar oleh Nyi Siti, ibu asuh Kiyai Azaim.

Pada masa menempuh pendidikan dasarnya, Azaim kecil tidak jauh beda dengan teman-temanya yang lain. Ia bermain, gurau, nakal dan lain sebagainya. Kiyai Azaim tidak jarang membuat mangkel ibu dan kaka-kakanya dikarenakan persoalan klasik bagi anak kebanyakan. Merengek-rengek, membanting sesuatu ketika merasa kecewa sampai urusan mandi.

Masa kanak-kanaknya tanpa terasa seiring berlalu dengan berlalunya sang waktu. Tahun 1992 iapun lulus SD. Karena belum siap pisah dengan teman-temanya iapun melanjutkan Pendidikan menengahnya di SMP Ibrahimy Sukorejo.

Pada masa pendidikan di lembaga milik keluarganya ini, ia tempuh sekira 1992-994. Di SMP Ibrahimy ini ia tidak sampai menyelesaikan pendidikan SMP-nya. Dengan berbagai pertimbangan, ia pindah ke Nurul Jadid Paiton sampai lulus SMP tahun 1995.

Kepindahan Kiyai Azaim dari SMP Ibrahimy ternyata atas inisiatif beliau sendiri. Alasannya untuk pindah dari sekolah yang notabene milik keluarganya sendiri sangat mencengangkan.

Di SMP Ibrahimy ini, Azaim ingin cepat-cepat pindah karena ia merasa guru-gurunya memperlakukan istimewa. Walau sebangai cucu Kiyai As’ad, Kiyai Azaim ternyata tidak nyaman dengan perlakuan gurunya terhadap Kiyai Azaim.

Iapun mendesak sang ibu untuk mencarikan tempat mondok yang baru. Atas hasil istikhoroh sang ummi, KIyai Azaimpun mantap mondok di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton.
Tak ingin istimewa di tempat barunya ini, ia tidak pernah menampakkan sama sekali kalau ia putra KH.Dhofier Munawar, telebih cucu KHR. As’ad Syamsul Arifin.

Di pesantren inilah, ia tampil apa adanya. Kiyai Azaim sering menyapu dan mencuci piring di dapur. Usai menyapu dan cuci piring, ia langsung pergi tanpa mengambil upah yang ditawarkan kepadanya.

Sejak menyelesaikan pendidikan formalnya di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton (1994-1998), Kiyai Azaim menjadi santri perantau. Ia kerap pindah dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Ia mulai pindah dari pesantren yang satu menuju pesantren yang satunya pada kurun tahun 1998-2003.

Perantauan imiyahnya terasa semakin lengkap ketika ia berangkat ke Ma’had Rushaifah pada tahun 2003. Dengan menggunakan Paspor TKI, ia berangkat ke Tanah Suci. Berbekal restu Sang Ummi, Kiyai Azaim mantap menuju Ma’had yang saat ini diasuh oleh Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi Al-Maliki.

Sesampainya di Kota kelahiran Nabi Muhammad SAW itu, langsung menghadap Abuya Sayyid Muhammad. Saat itu orang yang pernah menggendongnya itu sudah sakit-sakitan. Baru bertemu dengan Sayyid, Kiyai Azaim langsung diminta untuk membantu Sayyid. Ia tidak diberikan keluar oleh Sayyid.

Minggu-minggu pertama di Kota Mekkah, Kiyai Azaim sering diperintahkan Sayyid untuk mengantarkan makanan berbuka puasa ke Masjidil Haram. Mengantar berbuka puasa inilah yang dilakukan di bulan Ramadhan setiap harinya.

Sekitar satu tahun di Mekkah, Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki wafat. Otomatis ia diganti putranya yaitu Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi Al-Maliki.

Selain sebagai santri yang cerdas, Kiyai Azaim dikenal sangat dekat dengan Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi Al-Maliki. Ia sering diminta menjadi penerjemah isi pidato Sayyid Ahmad. Jika ada jamaah yang datang dari Indonesia ke Sayyid Ahmad, bisa dipastikan Kiyai Azaimlah yang ditunjuk sebagai penerjemah.

Kealiman KHR Ahmad Azaim Ibrahimy memang sudah tidak diragukan. Alim wajar saja sebagai cucu kiyai As’ad ini, abahnya Kiyai Dhofier Munawar siapa yang tidak tahu kealimannya. Cucu Kiyai Ruham yang wafat tahun 1985 dikenal sebagai kamus berjalan.

Sehingga besar kemungkinan kealiman abahnya berpindah kepada putranya yang tidak lain adalah KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy yang kini menjadi Pengasuh ke IV Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.

KHR Ahmad Azaim Ibrahimy merupakan pengasuh keempat yang didaulat jadi pimpinan pesantren sejak tahun 2012. Sebelum beliau telah ada tiga generasi pengasuh. Beliau adalah KHR. Syamsul Arifin (1908 – 1951), KHR. As’ad Syamsul Arifin (1951 – 1990), dan KHR. Fawaid As’ad (1990 – 2012).

 


04/02/23

#Ubah Pola Pikir

 



Canda kopi selalu menarik


Tentang panas dan uap
Jika tak beruap tak panas
Jika tak panas tak nikmat
Padahal ketika cekat
Dingin pun habis disikat
Ada mendiamkan sesaat
Kemudian terlupa
Terbuai obrolan lamunan semesta
Uap lenyap tanpa bekas
Butiran-butiran ampas kasar di hitam pekat
Entah tersisa sia-sia atau jadi sebuah cerita
Canda kopi itu menarik
Jika aku tiada maka kau pun tiada
Jika kau ada aku belum tentu ada
Dan kopi selalu dirindukan
Disaat-saat aku tak dirindukan

“Tanah Kelahiran”

Di sinilah aku pertama kali melihat dunia. Tanah kelahiran yang sederhana namun penuh makna. Di bumi ini aku ditimang, dibesarkan, dan didid...