26/08/20

Kaum Milenial, Masihkah Bisa Hidup Zuhud?

Gambar mungkin berisi: 4 orang, orang berdiri

 Kaum Milenial, Masihkah Bisa Hidup Zuhud?

Oleh: Ilham Akbar

Mungkin dari kalian sudah ada yg membacanya di beranda saya, coba saya kirim disini, semoga bermanfaat.😊

-Prolog-
"heran, kenapa ya, katanya kiai, kok hidupnya perlente banget,"

Bisik seorang pemuda kepada temanya ketika akan wawancara kepada seorang kiai yang terkenal nyentrik.

Oleh sang kiai Kedua pemuda tadi disuguh minuman madu asli, bila dikalkulasi per-liternya Muahall...

"Mas, mari pindah ke Gazebo disamping rumah, disitu lebih adem suasananya"

Dua pemuda lantas berjalan membuntut dibelakang Sang Kyai, 50 Meter menuju Gazebo tadi melewati taman-taman yang dihiasai tanaman indah dan bunga-bunga pancawarna. Setelah sampai di Gazebo Sang Kiai Bertanya

"Gimana Mas, taman yang kita lewati tadi, indah bukan?"
"Maaf, Tanaman yang mana yai?"
"Loh apa kalian tidak lihat?"
"tidak yai, saya konsentrasi memegang Minuman Madu ini takut Tumpah yai"

"Begitulah, harta kekayaan saya ini laksana Taman-taman tadi, meskipun itu ada diberbagai sisi saya, tapi saya tak pernah Menghiraukanya, Harta itu hanya ada di kekuasaan saya, tidak sampai ke hati, konsentrasi saya tetap kepada illahi."

Dua Pemuda tadi hatinya tersentak, kaget, kenapa sang kiai mengetahui apa yang ada di uneg-uneg mereka.
setelah itu pemuda malu, dan benar-benar sang kiai ini layak menjadi ulama yang memiliki ribuan umat.

------------

Apakah Bisa Kaum Milenial Hidup Zuhud????
pertanyaan yang kadang terbesit dalam diri kita.

Kaum Milenial dan Zuhud, Stereotipe kita megenai dua hal ini nampak berkebalikan, dan sangat sulit bila disatukan.

Kaum Milenial identik dengan gaya hidup yang necis, glamour, eksis, kaya raya dan serba gemerlap meskipun sebagian ada juga yang proletar (termasuk saya😅).

Sedangkan Zuhud, berkebalikan dengan apa yang menjadi kebiasaan gaya hidup kaum Milenial.

Yang terngiang dalan pikiran kita, ketika mendengar istilah zuhud adalah sebuah lifestyle yang serba sederhana, apa adanya, miskin dan jauh dari gemerlap dunia.

Apalagi zaman sekarang segalanya sudah terpenuhi, serba enak bahkan instant, Genereasi Milenial seolah sudah ogah dan pesimis untuk bisa bergaya hidup zuhud.
Maka tak heran, ketika kita ngaji Bab Zuhud terkadang hati kita 'protes' terhadap Mushonif Kitab:
"Sulitlah, wong zamanya sekarang serba mewah, serba ada, mana bisa hidup Zuhud?"

Eitsss... Jangan salahkan Zamanya, zaman tidak pernah salah Guys, seperti syair yang saya peroleh dari Gus Reza ini:
نعيب زما نناوالعيب فينا # وما لزمننا عيب سوانا
Artinya: " Kita Menyalahkan masa, sedangkan kesalahan itu ada pada kita # Tidaklah masa itu salah melainkan kita sendiri."

Gimana, ketika banyak yang bac*t "Emang sudah Zamanya" "Zamanya sudah ndak karuan" "Zaman Edan" dan bla..blaa ... Blaaa lainya yang selalu mengkambing hitamkan Zaman, padahal manusia sendiri yang berulah. Seperti pada QS Ar-Rum:41 (Ayatnya cari sendiri, enakmen tak kasih🤗).

Oke, mari Tenangkan diri Guys, Stop Pesimis, masih ada kesempatan bagi kita sebagai kaum milenial tapi tetap bisa menjalani hidup zuhud ditengah zaman yang serba bergelimang ini.

Lekat diingatan kita seorang ulama yang bergelimang harta, namun tetap kukuh hidup zuhud. Barangkali kita bisa mengambil ibrah dari beliau. (Saya tuliskan lagi siapa tau kalian lupa kisah ini, 😊)

Yaps, beliau Imam Abu Hasan As-Syadzili (W.1258), pendiri tarekat Syadziliah yang ajaranya tersebar luas dipenjuru Dunia. Sebelum era milenial sekarang, kehidupan beliau sudah 'keren' sejak zaman dahulu. Stylenya Perlente. Pakaianya bagus-bagus, makanya enak, bahkan memiliki Kuda yang tergolong mewah pada zamanya. Akan tetapi hati beliau tetap Cinta Pada Allah, Dunia hanyak sekedar digenggaman tangan saja.

Lalu bagaimana beliau bergelimang harta, berpakain necis, dan dari kasat mata hidupnya terlihat serba enak? Akan tapi tetap bisa melakoni hidup zuhud?

Syekh Abdul Wahab As-Sya'roni, salah satu murid Imam As-Syadzili dalam kitab Minahus saniahnya mengungkapkan "
وقد كان أبو الحسن الشاذلي رحمه الله تعالى يقول لأصحابه "كلوا من أطيب الطعام واشربوا من ألذ الشراب وناموا على أوطأ الفراش والبسوا ألين الثياب فإن أحدكم إذا فعل ذلك وقال الحمد لله يستجيب كل عضو فيه للشكر"

Artinya, “Syekh Abul Hasan As-Syadzili pernah berkata kepada muridnya, ‘Makanlah hidangan paling enak, reguklah minuman paling nikmat, berbaringlah di atas kasur terbaik, kenakanlah pakaian dengan bahan paling lembut. Bila satu dari kamu melakukannya lalu berucap syukur, ‘alhamdulillah’, maka setiap anggota tubuhnya ikut menyatakan syukur.'”

Jika kita komparasikan dengan zaman sekarang, subtansi dari perkataan beliau adalah 'bersyukur', terhadap segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT.

Kaum milenial sah-sah saja berpenampilan gaul, Fashionya trendy, memiliki HP terkini, Mobilnya Bugati , nongkrongknya di KFC akan tetapi tetap wajib bersyukur secara totalitas atas kenikmatan yang diberikan-NYA.

Daripada kita berpakaian compang camping, makanan yang tidak uenak, serba asin dan serba apa adanya, akan tetapi kita tidak bersyukur, malah sambat terus bahkan lebih parahnya tidak Ridha atas pemberin-NYA.

"Maka lebih baiknya kita gaul tapi bersyukur daripada sederhana tapi sambat dan kufur nikmat atas pemberian-NYA."

Bukaknkah Esensi dari Zuhud itu berada dihati? Meskipun secara Dhohir kita tampak Gemerlap, usahakan hati kita tidak condong pada dunia, tidak cinta pada dunia. Cukuplah Dunia berada ditangan kita tapi jangan sampai dihati kita. Seperti yang diterapkan Imam Syadzili diatas.( Meskipun sulit Guys, Imam Syadzili Terkenal Wali, Lha Kita??? Wali santri aja belum, hiks😢 keep optimis.)

Adalagi kisah menarik lainya dari Abu Hasan As-Syadzili, ketika itu salah satu santri dari kerabat beliau soan. Sesampainya dirumah Imam Syadzili, didalam hati sang santri itu beranggapan buruk, mana mungkin seorang ulama sufi yang terkenal ini hidup bergelimang harta? Santri tadi merasa gurunyalah yang notabene hidup miskin yang lebih pantas dianggap Ulama.

Namun setelah santri tadi menyampaikan salam dari gurunya kepada Imam Syadzili dan meminta Nasehat, Imam Syadzili berkata "Tolong sampaikan ke gurumu, kapan berhenti memikirkan dunia."

Sang santri lantas bingung, tidak faham dengan maksud dari perkataan Imam Syadzili, setelah kembali dan menyampaikan nasihat Imam Syadzili kepada gurunya, Kemudian gurunya berkata sambil menangis "Benar yang dikatakan oleh Imam Syazili bahwa meskipun ia banyak harta, tapi tidak sedikitpun hartanya menempel dan melekat di hatinya. Sedangkan saya yang dalam kondisi miskin, tapi masih memikirkan kapan memiliki harta". Sang murid pun akhirnya memahami maksud Imam Syadzili dan anggapan buruknya tadi keliru.

Apa yang kaum Milenial lakukan sebenarnya merupakan perkara mubah, berpakaain gaul, makan enak, dan memiliki kendaraan Wah (asalkan diperoleh dengan cara halal pula). Senada denga Dawuh Gus Baha, "melakukan perkara Yang menyenangkan tapi tidak maksiat itu sudah baik"

Yang terpenting tidak sampai cinta dunia secara berlebihan dan Kembali lagi hal ini sangat sulit kita lakukan. Kita masih saja 'sedikit' cinta dunia, buktinya? Ketika ada harta kita yang hilang, kemudian susahnya ndak karuan, hal itu termasuk masih cinta dunia. (Seperti yang baru saya rasakan Kemarin sewaktu HP Tiba-tiba rusak, Heheu galau ndadak, Pikiran ndak karuan)

Dalam melaksanakan perkara yang senang namun tidak haram, juga dianjurkan oleh ulama kita dulu, Syekh Zarnuji dalam ta'limnya beliau menganjurkan makan 21 Biji Anggur setiap harinya dan minum madu untuk Menguatkan hafalan. (kalau santri kek kita, Butuh berapa ratus ribu perbulan mah kirimanya🙃)

Sedangkan untuk membina keluarga yang Sejahtera, Syekh Zainudin Al-Malibari dalam fathul mu'inya mewajibkan kepada sang suami memberi Nafaqoh berupa makanan yang enak kepada sang istri (Otomatis kepada anak-anaknya pula lho yaaa, jangan emaknya aja yang dimanja🤗) setidaknya seminggu sekali.

Perkara diatas mempertegas, kesempatan kita kaum milenial untuk berperilaku hidup zuhud itu bisa-bisa saja, dan sangat Posible.

yang penting hati kita termenej dengan baik, dan syarat supaya hati kita baik adalah kurangi perbuatan Maksiat, (Rasan-rasan, nyinyir, julid, ninggal Sholat, ndelok seng ora-ora Dll.)

Tapi masa sekarang untuk tidak maksiat ini sulitnya luar biasa, kita membuka Medsos, halaman pertama saja yang muncul para (mohon maaf) kaum hawa Jingkrak-jingkrak, joget tak jelas main tik-t*kan.

Justru itu malah tantangan bagi Kita kaum milenial, kita menjadi hamba yang Zuhud, benar-benar Zuhud bebarengan dengan cobaan yang menerpa.

Bukan Zuhud karen faktor lingkungan, seperti Zuhud karena hidup di pegunungan, itu sudah hal biasa.

Intinya semua tergantung Hati kita, kita tidak bisa menyalahkan zaman, tidak boleh mengkambing hitamkan lingkungan, tinggal betapa kuat saja kita berusaha.

Sekian, salam hangat dari penulis yang masih berlumuran Dosa ini, semoga gerak-gerik, tindak-tanduk, post, komen, like dan segala ulah kita di Medsos terjaga dari perkara dosa, dan senantiasa mendapat Ridho-NYA.

------
EPILOG
Dari percakapan antara Kiai dan Sanri diatas, jangan sekali-kali kita su'udzon terhadap gaya hidup Kiai Masa Kini, yang kebanyakan sudah memiliki Fasiltas Wah dan Mewah.

Dibalik itu semua mengandung banyak sekali Hikmah, yang bisa kita pelajari.



Tidak ada komentar:

“Tanah Kelahiran”

Di sinilah aku pertama kali melihat dunia. Tanah kelahiran yang sederhana namun penuh makna. Di bumi ini aku ditimang, dibesarkan, dan didid...